Selasa, 24 April 2012

Cerpen Horror : Kutukkan 11 November


Apa yang terjadi disana?
Beberapa mobil terparkir acak di muka rumah Liana. Dua buah mobil Pemadam kebakaran, tiga buah mobil kepolisian. “Ada apa ini?” tanyaku dalam hati. Aku turun dari dalam mobil. Ku urungkan niat untuk masuk ke rumah. Aku memilih untuk mencari tahu dulu apa yang terjadi dengan rumah sahabat kecilku. Mendadak aku menjadi amat sangat khawatir. Aku takut jika sesuatu yang buruk menimpanya.
“Shandy, apa yang terjadi?” tanyaku pada salah seorang tetangga yang sudah sejak tadi tampak mengamati rumah Liana.
“Hai Jessy, rumah Liana mendadak terbakar.”
“Lalu? Dimana Liana? Apa dia di dalam?”
“Sepertinya ia belum terevakuasi!!”
“Apaaaa????”
Aku pun seketika berlari kearah polisi yang sedang berkerumun.
“Pak, apa ada korban?”
“Tenang nona, kami sedang berusaha memadamkan api terlebih dahulu. Karena rumah ini sudah terbakar parah. Kami tidak mungkin mengevakuasi dengan kondisi seperti ini.”
Aku pun mendadak lemas. Liana sahabat kecilku sepertinya terjebak di dalam sana. Setelah kematian orang tuanya akibat insiden kecelakaan beberapa tahun lalu, Liana hidup sendiri.
Aku pun kembali ke rumah. Ku parkir mobilku dalam garasi. Orangtua dan adikku sedang berlibur keluar kota. Jadilah aku sendiri disini.
Tak ingin rasanya aku mandi. Berganti pakaian pun aku malas. Aku masih mau tahu bagaimana kondisi  Liana di dalam sana?
Aku coba pejamkan mata saat ini. Menenggelamkan tubuhku di balik kelambu. Sesungguhnya aku butuh keluarga ku di kondisi seperti ini. 1..2…3 dan akupun tertidur.
*****************************************************************************************************
“kau selamat Liana? Tak luka sedikitpun?” tanyaku pada Liana.
“Ya aku selamat, dan aku tak terluka.”
“Bagaimana rumahmu?”
“Tak apa Jessi. Biarlah rumah itu hangus terbakar. Biar hilang semua kenangan tentang orangtuaku.”
“Apa yang tersisa Liana? Pakaianmu?”
“Tak ada, aku tak membawa apapun. Hanya boneka ini. Boneka yang selalu menemani aku. Boneka yang seakan sahabatku.
Tatapan mata Liana tampak beda kali ini. Kosong. Seakan menyembunyikan sesuatu.
“Li, jika kau ingin mengganti pakaianmu, ambilan beberapa helai bajuku. Ukuran kita sama kan?” tawarku.
Ah tak usah Jessi, biar aku pakai baju ini saja. Walau lusuh namun ini pemberian terakhir mama sebelum beliau meninggal.” Ia menolak
“Jessi, bolehkah aku meminta tolong padamu?”
“Ya Liana, katakan..”
“Tolong carikan diary ku. Sepertinya ia masih ada disana. Di dalam rumahku.”
Aku berfikir, apa mungkin masih ada benda yang tersisa dengan kondisi rumah yang hangus terbakar?
“Baiklah, akan aku coba. Namun sepertinya aku harus melapor ke kepolisian karena rumahmu masih dalam tahap penyelidikan. Police line masih memagari.”
“Tolong jangan hubungi Polisi atau siapapun. Aku hanya percaya padamu. Jika mereka yang menemukan pastinya takkan pernah dikembalikan padaku.”
“Ya baiklah. Aku pasti carikan. Sekarang beristirahatlah. Kau bisa tidur di kamar adikku Carlo.”
“Iya terimakasih Jessi.”
Setelah itu ku antar ia ke kamar.
Setelah kupastikan ia telah beristirahat akupun baru kembali ke kamarku.
Jam menunjukkan pukul 22.45 aku berganti pakaian. Bukan pakaian tidur. Melainkan jacket berkapuchon guna menghangatkan tubuhku. Kucari senter mini dalam laci. Aku akan menyambangi rumah Liana. Aku akan menepati janji pada sahabatku itu.
Sudah musim salju. Daun – daun meranggas. Dingin dan senyap. Seperti tak ada kehidupan. Rumah Liana hampir seluruhnya terbakar. Namun atapnya masih utuh. Aku melangkah pasti. Kuterobos polece line yang menggantung. Aku masih sangat ingat dimana kamar Liana. “kreeettt…kreetttt…” suara lantai kayu Liana yang mulai rapuh itu membuatku sedikit takut. Langkahku ku buat sedikit lebar agar aku cepat sampai di kamar Liana.
“Nah itu dia..” aku buka pintunya yang setengah hangus, tempat tidur besi masih utuh disana. Hanya kasurnya yang sudah tak berberntuk.
Kuarahkan senterku ke bagian meja tulis dimana Liana kerap menghabiskan waktu sendiriannya. “Ya Tuhan…’” kakiku gemetar…ku gigit bibirku. Kutampar kedua pipiku. Memastikan bahwa ini bukan mimpi. Tangannku sekan membeku. Leherku seperti tercekat. Aku tak mampu berkata apa – apa. “Liii….aaanna?” ucapku dengan desah. Liana sahabatku yang tadi di rumahku kenapa ia disini? Jadi siapakah tadi yang bicara denganku? Ia duduk di meja belajar. Kepalanya memandang ke jendela kamar. Dan dia hangus terbakar. Kenapa posisinya seakan ia tidak merasakan kesakitan? Kenapa ia seakan siap? Kaki ku lemas, aku tak sanggup. Aku takut. Namun aku harus dapatkan diary itu. Diary sahabatku. Kulihat di mayat yang terduduk itu mengepal sebuah diary berwarna merah hati.
Diary itu.. ?? ya itu yang Liana mau. Kaki ku sulit kugerakkan. Aku seakan terpaku disini. Namun aku harus keluar dari sini. Aku melangkah perlahan, melawan rasa takut yang menyerang. Ku tarik diary dalam genggaman mayat Liana. “kresss…” kulitnya sudah garing. Betapa mudahnya ku ambil diary ini. Lekas kuambil langkah seribu. Kutinggalkan jasad Liana yang hampir menjadi abu.
10 Menit kemudian aku sudah dirumah. Jacket tak kulepas,, aku meluncur ke kamar Carlo dimana “Liana” kutinggalkan disana. Aku buka pintu perlahan. Ku intip sebelum ku masuk. Mendadak tercium aroma daging bakar. Mual aku dibuatnya. Ku buka pintu lebar lebar. Ah Liana tak ada. Dia menghilang. Tak mungkin dia keluar. Karena waktu aku kerumahnya tadi pintu rumah kukunci. Kemana ia? Aku pun kembali ke kamarku,  menuju kursi samping tempat tidur. Aku ambil diary Liana yang aku simpan di dalam jaket. Ku buka perlahan, tanganku gemetar,, aku tak kuat. Air mataku mengalir. Sepertinya ada sesuatu dalam diary ini. Aku masuki halaman pertama.
11 November 1980
Hi, namaku Liana. Sudikah kau berbagi cerita denganku diary? Diary ini hari ulang tahunku. Mama membelimu di toko buku langganan kami.. Namun hanya mama dan papa yang memberiku ucapan. Kemana mereka? Orang yang mengaku sebagai sahabatku? Jessi, Verlita, Jason, Kate, Ryan? Kemana mereka? Adakah mereka mengingat betapa berartinya hari ini untukku? Ah entahlah… biar saja. Semoga mereka menikmati libur panjangnya..
Salam cinta, Liana
11 November 1985
Diary , papa meninggal tadi pagi. Mobilnya terbakar di perbatasan kota. Aku sedih. Aku tak lagi punya papa. Ini kado ulang tahun yang paling membuatku kecewa. Aku tak mau apa – apa. Aku Cuma mau papa kembali. Tuhan, aku rindu papa. Dan lagi – lagi tak ada 1 pun diantara sahabat – sahabatku yang menemaniku hari ini. Galauku makin menjadi. Salahkah jika mereka kubenci? Entahlah,, aku benci hidup ini !!
Salam Cinta, Liana
11 November 1986
Diary apa kabar, aku baru sadar jika kau hanya kusapa satahun sekali. Tak apa ya? Jangan marah loh hehhee.. Aku gembira sekali. Usiaku genap 17 tahun hari ini. Semua kawan – kawan datang. Semua memberiku kado istimewa. Bagus – bagus loh. Cuma ada sesorang yang memberiku boneka. Tidak bagus, kucel, jelek namun entah kenapa aku suka. Rambutnya panjang dan kusut. Beberapa bagian dari tubuhnya rusak. Tapi tak apa, pasti akan kujaga. Aku namakan dia Calista.
Sudah ya aku ngantuk, sampai jumpa :D
Salam cinta liana.
10 Desember 1986
Hi Diary, aku mau cerita. Calista aneh. Dia suka pindah sendiri. Kalau malam aku peluk, esok harinya pasti ia sudah ada di dekat pintu kamar. Aku takut,, Apa aku buang saja ya? Tapi aku sudah terlanjur sayang… hikss aku bingung…
15 Desember 1986
Diary, Calisa sudah aku kubur di pekarangan rumah.. Semoga Calista tidak marah ya sama aku… maafin aku ya Calista,,
25 Desember 1986
Merry Christmas diary. Natal kedua tanpa papa. Sedih. Oh ya Diary, aku dapat kado misterius. Sampul berwarna merah khas natal. Tahu nggak apa isinya? Calista. Calista kembali lagi. Aku semakin takut. Diary bantu aku. Harus ku apakan Calista? Aku takuuutt!!
17 February 1986
Diary, setelah Calista kembali semakin banyak keanehan terjadi. Mama pun merasakan hal yang sama. Makanya mama mengajakku ke cenayang. Menurutnya ini adalah boneka kutukan. Kutukan ini akan terjadi setiap tanggal ulang tahunku .. Ada seorang sahabat yang mengirimkan ini padaku. Apa salahku? Kenapa ia tega? Namun cenayang itu tak mau sebut namanya. Suatu saat kutukan itu akan kembali padanya, itu kata – kata terkahir dari cenayang.
11 November 1990
Tuhan jahaaaaaaaaaaaattttt. setelah ia mengambil papa.  Sore ini ia memanggil mama. Kenapa harus selalu disaat aku berulang tahun? Kenapa Tuhan tak mengerti betapa aku rapuh tanpa mama dan papa? Kenapaaa??? Jawab aku diary?? Hanya kamu sahabat ku yang paling tulus. Jawaaabbb !!!!
11 November 2011
Diary, saat ini kamu sedang dibaca oleh orang yang telah melakukan kejahatan padaku.  Orang yang dengan sengaja mengirimkan boneka kutukan itu padaku. Kini kukembalikan kutukkannya. Agar ia merasakan hal yang sama. Kutukan 11 november sudah menghancurkan aku. Memporak porandakan keluargaku.
Hei Jessi, teganya kau padaku. Apa salahku? Tak usah kaget. Aku baru saja menuliskan ini sebelum kau menyambangi rumahku tadi. aku akan tetap disini. Menyaksikan kehebatan kutukan yang makan tuan. Sampai kau akan menjadi abu sepertiku.
Salam kematian, Liana
“bukk” diary kujatuhkan. Aku berdiri dari kursi, memandang ke arah kalender di meja tulisku ini tanggal 11 November 2011. Aku berjalan mundur ke tempat tidur. Calista disana … “Aaarggggggggggghhhh tidaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk maafkan aku Liana,, aku hanya ingin mencoba kehebatan cenayang yang ku temui di desa kakekku. Maaf aku tak bermaksud apa- apa…” aku panik
ketakutan. “Sudah terlambat Jessi!!” tiba – tiba Liana ada di hadapanku dengan bentuk tubuh mirip seperti yang kutemui di rumahnya tadi. “Terima Calista dan Nikmati kebersamaan kalian….!!!”

2 komentar:

Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan...

Bohong kalo aku bilang ini jelek,, superb.. aku ga bisa buat susunan cerita sebagus ini.. hmmm... tapi candaanku malah berujung ngambek penulis cantik.. hmmm ampuunn deehh.. ga ga ga ga lagi lagiii

Admin mengatakan...

Lanjutkan! Salam Inspiratif :)