Selasa, 24 April 2012

Cerpen : Undangan Makan Malam Untuk Pahlawan Veteran


“Indonesia, tanah air beta,, Pusaka abadi nan jaya,,, Indonesia sejak dulu kala tetap di puja – puja bangsa ..” (seorang kakek sedang menyanyi)
Kakek Gito namanya. Beliau adalah seorang pejuang veteran, yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan pejuang veteran lain yang berada di bawah garis kemiskinan. Setiap pagi kakek Gito selalu menyanyikan lagu – lagu kebangsaan. Kek Gito tinggal bersama putrinya, Sinar, yang hingga kini belum menikah. Padahal usianya sudah genap 30 tahun.
“Sinar, sini nak!”
“Nggih pak, ada apa?”
“Malam tahun baru nanti kamu ada rencana?”
“Ngga ada rencana pak. Mau nemenin bapak aja di rumah.Itu sudah lebih dari menyenangkan kok.”
Kakek Gito tahu, Sinar menutupi kesedihannya hidup miskin selama ini.Namun kakek selalu menyembunyikan kegalauannya di hadapan Sinar. Ia berusaha menjadi bapak yang tegar. Sinarpun sebagai anak berusaha menutupi kesedihannya, tak mampu membawa ayahnya menjalani kehidupan yang layak. Mereka saling menutupi perasaannya masing – masing.
*****
“Poossss,,,” seorang tukang pos berhenti di muka rumah Kakek Gito.
“Iya,, sebentar.”Sinar melangkah keluar rumah.
Setelah surat itu sampai di tangannya, Sinar masuk ke kamar. Membuka surat dengan tak sabar. Surat itu di tulis tangan. Sangat rapi.
Jakarta, 29 Desember 2011
 
Untuk Sdri. Sinar Wulandari di tempat
 
Surat yang
anda kirimkan sudah saya baca. Saya memohon maaf atas kecerobohan saya selama
ini tidak mempedulikan nasib para pejuang veteran yang salah satunya termasuk
Bpk.Sugito, ayah anda. Untuk menebus kesalahan saya, dengan ini saya mengundang
anda dan Bpk.Sugito untuk datang pada tanggal 31 Desember pukul 20.00 ke Istana
Negara Jakarta. Dimana saya dan segenap menteri akan mengadakan pesta malam
tahun baru.. Sekiranya Sdri Sinar bisa memenuhi undangan saya.
Terimakasih atas perhatiannya.

 Salam Hormat
 Presiden RI
 
Sinar melompat kegirangan. Darahnya berdesir. Jantungnya berdegup kencang. Ia langsung berlari menuju kamar ayahnya yang sedang istirahat.
“Pak, bangun pak,,”
“Ada apa Sinar? Semangat sekali?”
“Coba baca ini…” Sinar memberikan surat itu pada ayahnya.
Kakek Gito membaca surat itu perlahan. Wajahnya tetap datar. Diletakkannya surat itu kemudian.
Kau mengirimkan surat apa?”
“Sinar Cuma mau orang seperti bapak juga pahlawan veteran yang lain merasakan kemerdekaan pak. Menikmati hasil perjuangan.” Sinar menjelaskan dengan isak tangis tertahan.
“Baiklah, tapi ini demi kau.”
*****
Hari H
Kakek Gito mengenakan kemeja yang ia dapat saat pembagian bingkisan lebaran di lingkungan rumahnya. Sinar mengenakan blouse lusuh warna krem dengan rok panjang warna merah yang sama lusuhnya.
Mereka menumpang mobil bak tetangga yang hendak mengantar barang dagangan ke daerah Menteng. Rambut Sinar yang sudah tersisir rapi kini berantakkan tertiup angin. Kakek Gito pun sesekali terbatuk karena asap kendaraan. Namun semua itu tak mengubah niat Sinar untuk tetap menuju ke istana.
Surat itu ada dalam genggaman Sinar. Namun mendadak pengendara mobil bak itu menginjak gas lebih dalam membuat mereka yang duduk di belakang tak seimbang bahkan hampir terpelanting. Untung saja Sinar dan Kakek Gito memegang erat pinggiran mobil. Mereka pun aman. Namun, surat dari pak presiden yang terbawa angin. Terbang entah kemana.
“Pak surat itu,,” wajah Sinar memucat.
“Apa? Kenapa suratnya?”
“Terbang pak..”
Kakek Gito diam sejenak.
“Tak apa nak, semoga pak presiden ingat ia pernah membalas suratmu.” Jawabnya dengan tenang. Sinar pun berusaha menenangkan dirinya.
*****
Mobil bak itu sampai di seberang istana Negara. Sinar dan ayahnya turun. Lalu mengucapkan terimakasih pada tetangganya itu.
Langkah mereka mantap menuju istana. Walau tanpa surat undangan  di tangan mereka.
“Selamat malam pak.”Sinar menyapa seorang TNI yang menjaga pintu masuk istana.
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya dan ayah saya mau menghadiri pesta malam tahun baru.”
“Ada undangan?”
“Emmh itu dia pak, tadi surat dari pak presiden terbawa angin”
“Jangan main – main mbak. Ini istana. Bukan warung.”
“Saya serius pak, tolong biarkan kami masuk, atau bisa bapak tanyakan pada pak presiden benar atau tidak beliau mengundang Sinar dan Bpk.Gito ke istana malam ini.”
“Maaf, tidak bisa. Sebelum pesta kembang api di mulai, presiden dan menteri – menteri akan mengadakan rapat terlebih dahulu.”
“Tolong pak, izinkan kami masuk.,”Sinar mulai menangis.
“Maaf mbak, saya tidak bisa mengizinkan.”
Sinar yang sudah cukup kelelahan, mendadak memiliki kekuatan lebih. Ia mendorong tubuh laki – laki itu. Seraya berteriak – teriak frontal.
“Keparat kalian !!! Kami ini hanya mau meminta hak kami. Hak pejuang veteran dan keluarganya!!”
“Jaga mulut anda atau saya tembak anda di tempat!!”
“Silahkan,, tembak saya dan anak saya.. lepaskan peluru kalian di dada saya. Biar bangsa ini yahu, betapa kejamnya kalian.”Kakek Gito mengambil alih kemarahan anaknya.
“DIAM!!”
“Tidakkk!! Saya takkan diam. Sudah cukup saya dan rekan – rekan seperjuangan saya diam menghadapi kemunafikan kalian !!!”
“Doorr.. Door,,,” Dua tembakan tepat mengenai jantung dan kepala kakek Gito.
*****
“Bapaaaaaaaaaaaakkkkkkkk… !!!”
“Hei Sinar, bangun nak,, bangun,, kamu kenapa?”
“Pak? Pak? Bapak gak apa – apa?”
“Kamu mimpi Sinar,,” ucap kakek Gito sambil memeluk anaknya.
“Pak lebih baik kita nggak di kasih penghargaan sama pak presiden, dari pada Sinar kehilangan bapak.”
“Maksud kamu Nar?”
Tiba – tiba ada sesorang meneriakkan sesuatu di muka rumah mereka.
“Poosssss……!!!”
Sinar hanya terdiam lemah.

Tidak ada komentar: