Selasa, 24 April 2012

Karena Dia (Narkoba) Aku Kehilangan Mereka


Narkoba dan segala dampaknya seakan tak henti – hentinya menghiasi rentetan permasalah kriminal bangsa ini. Laki – laki dan perempuan semakin tak ada bedanya. Semua saling mengukir prestasi kejahatan dengan modus yang bervariasi. Narkoba atau Napza sesungguhnya adalah senyawa yang digunakan oleh dokter untuk dikonsumsi pasien yang akan menjalani operasi. Tapi dikonsumsi dengan salah kaprah oleh orang – orang dengan kondisi tubuh yang sehat.
Narkoba identik dengan HIV Aids. Dan saya mengenal keduanya sejak 10 tahun terakhir. 3 orang sepupu, dan seorang sahabat saya adalah pengidap virus HIV Aids. Mereka memakai Narkoba jenis Putaw. Dari keempat orang itu yang masih bertahan hidup hingga saat ini hanya 1 orang. Saat saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, mereka berempat seringkali saya dapati sedang menggunakan putaw di rumah kosong dekat dengan rumah kebetulan rumah kami memang bedekatan. Berawal dari kebiasan salah satunya mengkonsumsi putaw terlebih dahulu, lalu saat ia merasa nikmat hal itu disaksikan oleh yang lain. Rasa ingin tahu, penasaran, dan ikut – ikutan adalah alasan utama akhirnya mereka semua menggunakan barang haram itu.
Yang saya tahu pemakaian Putaw bisa dilakukan dengan bermacam cara. Dicampur dengan rokok, dibakar di atas alumunium foil lalu dihirup asapnya, dimakan langsung seperti puyer maag, tapi untuk pecandu kelas berat biasanya mereka menggunakan cara disuntikkan langsung pada pembuluh vena. Kebetulan sepupu dan sahabat saya itu menggunakan cara terakhir. Yaitu dengan suntikkan. Saya masih ingat betul apa yang mereka siapkan sebelum memulai ritual tersebut. Mereka akan menyiapkantali dan insulinCara pemakaiannya, bagian lengan si mereka diikat dengan tali agar pembuluh vena mereka menonjol keluar. Insulin tadi diisi bubuk putaw, lalu suntikkan tersebut ditusukkan ke pembuluh Vena, tapi bubuk putaw tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam pembuluh, tapi darah dalam pembuluh ditarik terlebih dahulu agar Putaw dan darah bercampur jadi satu. Setelah kedua unsur tesebut bercampur jadi satu, barulah perlahan – lahan campuran tersebut disuntikkan dengan cara seperti dipompa hingga habis. Proses pemompaannya mirip sekali dengan saat kita diambil darah untuk pemeriksaan tes laboratorium.
Selang beberapa tahun salah satu dari mereka sebut saja namanya Jim, ia di vonis positif mengidap HIV Aids. Kemungkinan besar karena jarum suntik yang digunakan secara bergantian.
Keluhan pertama adalah mereka mengalami linu yang luar biasa pada bagian persendian. Mual – mual, hidung dan mata berair, gejala diare yang bisa terjadi berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun. Merasa kedinginan luar biasa. Keanehan lainnya bisa saya lihat saat sepupu saya makan. Ia tidak bisa makan – makanan yang panas. Semua makanan harus dimasukkan ke dalam lemari es terlebih dahulu. Termasuk mie instant.
Akhirnya keluarga besar kami memutuskan untuk merujuknya ke RS. Cipto Mangunkusumo. Disana Jim dimasukkan ke ruang rawat isolasi. Siapapun yang ingin menjenguk dilarang melakukan kontak fisik. Dengan alasan takut tertular. Kami hanya bisa memantau dari kaca dengan perasaan miris. Saya saksikan sendiri bagaimana Jim meronta kesakitan.
Pemeriksaan terus dilakukan setiap harinya. Ternyata Jim juga mengidap depresi. Ini hal jamak yang terjadi pada seorang Junkies (sebutan untuk pemakai narkoba). Kak Jim sempat koma selama seminggu sampai pada akhirnya almarhum meninggal, ia tidak mampu bertahan hidup.
Setelah acara pemakaman pihak RS membakar kasur yang dipakai kak Jim di ruang isolasi. Dokter yang merawat pun menganjurkan untuk membakar kasur kak Jim di rumah dan pakaiannya ikut dibakar juga untuk menghindari orang lain terinveksi virus yang sama.
Di tahun berikutnya sepupu dan sahabat saya meninggal dalam jarak hanya hitungan bulan. Dengan latar belakang keluhan yang sedikit berbeda, sebelum meninggal sahabat saya masih sadar, tapi sudah tidak mampu mendengar apapun. Muncul luka seperti bisul di bagian bibirnya. matanya berwarna kuning. Karena pihak RS angkat tangan maka ia pun tak bisa tertolong lagi. Saat saya mendatangi rumah duka pun saya dilarang mendekati jenazah karena sebelum ia dikuburkan virus itu masih menempel di tubuhnya.
Kini hanya tersisa 1 yang masih bertahan, Kak Sam. Ia sudah sangat peduli dan menyadari akan bahaya HIV yang kini sudah menjadi bagian dari dirinya. Ia terbiasa menggunakan peralatan makan dan mandi sendiri. Tidak bercampur dengan yang lain. Dokter yang kami datangi selalu mengatakan hanya menunggu waktu. Di sisa - sisa hidupnya saat ini Kak Sam menjadi narasumber  di sebuah LSM sebagai pembicara tentang bahaya virus HIV Aids, ia juga semakin mendekatkan diri pada Tuhan dengan rajin beribadah.
Dari pengamatan saya, hindarilah rasa ingin tahu dan coba – coba. Sekali anda kenal maka di saat itu pula anda akan jatuh cinta. Apalagi jika anda kenal langsung dengan bandar narkoba yang pada awalnya tanpa ragu akan memberikan pada anda barang haram tersebut dengan gratis. Selanjutnya jika anda tak memiliki uang  untuk membeli narkoba maka anda akan dibiarkan seperti anjing yang memohon – mohon pada majikannya.
Ini adalah pengalaman menyedihkan dalam hidup saya. Kehilangan mereka yang saya sayangi. Barang haram itu melumpuhkan mimpi orangtua mereka. Selamat jalan sepupu dah sahabatku. Semoga kisah kalian mampu menyadarkan anak bangsa tentang bahaya Narkoba.
Salam 

Tidak ada komentar: